Latest Article Salam Lestari Buana Nusantara

PAS MAHAGURU UPI KAMPUS PURWAKARTA

[ SALAM LESTARI BUANA NUSANTARA ]
BAGIMU NEGERI, JIWA RAGA KAMI, NKRI HARGA MATI

PAS MAHAGURU

CAVING (Susur Gua)

1. Sejarah Penelusuran Gua
  1. Masa Primitif, gua dihuni oleh manusia Cro Magnon dan berlindung, kuburan dan untuk pemujaan roh leluhur.
  2. 1674, John Beaumont seorang ahli bedah dan ahli geologi amatir dari Samerset Inggris melakukan pencatatan laporan ilmiah penelusuran gua sumuran (potholing) yang pertama kali dan diakui oleh British Royal Society.
  3. 1670 - 1680, Baron Johann Valsavor dari slovenia adalah orang pertama yang melakukan deskripsi terhadap 70 gua dalam bentuk laporan ilmiah lengkap dengan komentar, sketsa dan peta sebanyak 4 jilid dengan total mencapai 2.800 halaman. Atas jasanya British Royal Society memberikan penghargaan ilmiah kepadanya.
  4. 1818, Kaisar Habsburg Francis I adalah orang yang pertama kali melakukan kegiatan wisata di dalam gua yaitu saat mengunjungi Gua Adelsberg (Sekarang Gua Postonja di eks Yugoslavia). Kemudian Josip Jersinovic yaitu seorang pejabat di daerah tersebut tercatat sebagai pengelola gua profesional yang pertama.
  5. 1838, Pengacara Franklin Gorin adalah tuan tanah yang memiliki areal dimana gua terbesar dan terpanjang di dunia yaitu Mammoth Cave di Kentucky AS. Olehnya gua tersebut dikomersialkan dan dipekerjakannya seorang mulatto bernama Stephen Bishop berumur 17 tahun sebagai budak penjaga gua tersebut. karena tugasnya tersebut Stephen Bishop dianggap sebagai Pemandu Wisata Gua Profesional (Cave Guide) pertama. Mammoth Cave sendiri terdiri dari ratusan lorong (Stephen Bishop menemukan sekitar 222 lorong) dengan panjang 300 mil hingga kini belum selesai ditelusuri dan diteliti. Tahun 1983 oleh usaha International Union of Speleology, Mammoth Cave diakui oleh PBB sebagai salah satu warisan dunia (World Herritage).
  6. 1866-1888, pada masa ini diakui sebagai saat lahirnya Ilmu Speleologi yang dipelopori oleh Edouard Alfred Martel (1859-1938)berkat usaha kerasnya selama 5 yang diakui sebagai Bapak Speleologi Dunia. Semua ini tahun dalam suatu Kampanye Penelusuran Gua yang berisi metoda yang menggabungkan bidang Ilmu Riset Dasar dalam eksplorasi gua sehingga dapat dilakukan suatu penelitian yang Multi disipliner dan Interdisipliner. Metoda tersebut diakui oleh para ahli sebagi cara yang paling tepat, konstruktif dan efisien dalam meneliti lingkungan gua. Bahkan tata cara tersebut dianggap sebagai pokok penerapan disiplin, tata tertib, etika dan moral kegiatan Speleologi Modern pada masa sekarang.

2. Speleologi Modern dan Perkembangannya di Indonesia Speleologi berasal dari kata Spelaion (Gua) dan Logos (Ilmu) dalam bahasa Yunani. Arti umumnya adalah Ilmu Mengenal Gua namun secara khusus diartikan sebagai Ilmu Riset Dasar yang mempelajari lingkungan gua dan aspek ilmiah yang ada di dalamnya. Bidang ini menyangkut banyak cabang ilmiah dari bidang sains yang lain seperti Biologi (mikrobiologi), Geologi, Kimia, Meteorologi, Anthropologi, Arkeologi, Minerologi, Sedimentologi juga bidang ilmu yang bersifat sosial seperti Ilmu Ekonomi, Geografi, Sosiologi, Sejarah, Turisme bahkan Mistik dan Legenda.Di Indonesia baru ada pada pertengahan dekade 70-an. Diperkenalkan oleh dr. Robby Ko King Tjoen DV. melalui media massa. Tahun 1979 bersama Norman Edwin (Alm.) mendirikan SPECAVINA club Caving pertama di Indonesia. Setelah bubar pada awal dekade 80-an maka pada Tanggal 23 Mei 1983 dr. Robby mendirikan HIKESPI (Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia) yang mendapat pengakuan Internasional dengan terdaftar di UIS (Union Internationale de Speleologie - anggota Kelompok F UNESCO) dengan nama FINSPAC (Federation of Indonesian Speleological Activities). Dan dari Pemerintah RI (terdaftar di LIPI sebagai organisasi afiliasi profesi ilmiah) sebagai satu-satunya organisasi yang mewadahi semua kegiatan speleologi di Indonesia secara resmi.Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es atau salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan lain di alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Telusur Gua.Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam terbuka, tidak demikian halnya dengan telusur gua ; kegiatan ini justru dilakukan di dalam tanah.Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang menjadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap bawah tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur dengan perasaan cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ? membahayakankah ? adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaan yang kemudian timbul, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya, termasuk misteri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”. Ruang lingkup ilmu pengetahuan ini tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja, tetapi juga potensinya; meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya.Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka para penelusur gua justru masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil apapun tak luput dari perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam sekalipun.Mc. Clurg mencatat, setiap penelusuran gua tidak menginginkan lorong yang ditelusurinya berakhir, mereka mengharapkan di setiap kelokan di dalam gua dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak pernah disaksikan oleh siapapun sebelumnya. Sehingga apabila orang bertanya, “ Mengapa mereka memasuki gua ?”, barangkali catatan Norman Edwin adalah jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi seorang penelusur gua bila lampu yang dibawanya merupakan sinar pertama yang mengungkapkan sebuah pemandangan yang menakjubkan di bawah tanah”.

3. Macam dan Fungsi Gua
Pengertian gua adalah "suatu lorong bentukan alamiah di bawah tanah yang bisa dilalui oleh manusia, yang hanya bisa dilalui hewan saja disebut gua mikro". Dalam hal ini yang dimaksud adalah gua alam, namun ada juga gua buatan manusia seperti tempat perlindungan perang dan lain-lain. Gua alam dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan letak dan batuan pembentuknya, yaitu :

  • Gua lava : terbentuk akibat pergeseran permukaan tanah akibat gejala keaktifan vulkanologi, biasanya sangat rapuh karena terbentuk dari batuan muda (endapan lahar) dan tidak memiliki ornamen batuan yang khas.
  • Gua litoral : sesuai namanya terdapat di daerah pantai, palung laut ataupun di tebing muara sungai, terbentuk akibat terpaan air laut (abrasi).
  • Gua batu gamping (karst) : adalah fenomena bentukan gua terbesar (70% dari seluruh gua di dunia). Terbentuk akibat terjadinya peristiwa karst (pelarutan batuan kapur akibat aktifitas air) sehingga tercipta lorong-lorong dan bentukan batuan yang sangat menarik akibat proses kristalisasi dan pelarutan gamping. Diperkirakan wilayah sebaran karst Indonesia adalah yang terbesar di dunia.
  • Gua pasir, gua batu halit, gua es dsb. : adalah bentukan gua yang sangat jarang dijumpai di dunia, hanya meliputi 5% dari seluruh jumlah gua di dunia. 
Fungsi gua :
  • Tempat berlindung (primitif) manusia dan hewan
  • Tempat penambangan mineral (kalsit/gamping, guano) - tempat perburuan (walet, sriti, kelelawar)
  • Obyek wisata alam bebas dan minat khusus.
  • Obyek sosial budaya (legenda, mistik) - gudang air tanah potensial sepanjang tahun •Laboratorium ilmiah yang peka, lengkap dan langka.
  • Indikator perubahan lingkungan paling sensitif.
  • Fasilitas penyangga mikro ekosistem yang sangat peka dan vital bagi kehidupan makro ekosistem di luar gua.
4. Apakah Speleologi Itu ?
Pengertian Kata Speleologi adalah Ilmu mengenai gua atau ilmu yang mempelajari tentang lingkungan gua dan membahas berbagai aspek fisik dan biologisnya. Sedang caving adalah kegiatan penelusuran gua. Secara umum menurut ketentuan internasional, setiap kegiatan penelusuran gua harus mempunyai tujuan ilmiah dan konservasi (berlaku untuk gua alam bebas). Sedangkan bila untuk tujuan wisata maka hanya diperkenankan pada gua-gua khusus yang telah dibuka sebagai obyek wisata dan telah dikelola secara profesional, lintas sektoral dan terpadu.

5. Terjadinya Gua Dan Jenisnya
Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu rekahan dan cairan. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”, merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar. Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan magma menerobos ke luar karena kegiatan magmatis dan mengikis sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua lava, biasanya di daerah gunung berapi.

Terbentuknya Goa
Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak hanya proses mekanis, tetapi juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah atau gua, biasanya mempunyai permukaan yang halus dan licin.
Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan gamping, karst, dengan komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua batu gamping. Batuan ini sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan atau air tanah. Oleh karenanya, reaksi kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan dan di bawah permukaan. Tetapi sering kali ditemukan juga mineral-mineral hasil reaksi yang tidak larut di dalam air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini akan membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di tempat yang tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan dalam bentuk kristalin, antara lain berupa stalagtit dan stalagmit, yang tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya yang menarik untuk dilihat.Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Hal ini berakibat daya reaksi dan pengikisan bersifat kumulatif. Tidak heran betapapun kecilnya sebuah celah tempat masuknya air di permukaan dapat menyebabkan hasil pengikisan berupa rongga yang besar, bahkan lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestinya berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang mudah menyusup ke dalam celah yang kecil dan sempit sekalipun.Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas proses kimiawi dan pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga ditentukan oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang terjadi di bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola rongga yang spesifik (mengikuti arah tertentu) maka dapat diperkirakan faktor geologi ikut berperan, misalnya adanya sistim patahan atau aspek geologis lainnya.

Proses pembentukan stalaktit
Selain jenis lava dan batu gamping yang dapat menyebabkan terjadinya gua, jenis batu pasir juga kadang-kadang memungkinkan terjadinya gua, demikian pula batuan yang membentuk lereng curam di tepi pantai. Kedua jenis batuan yang terakhir ini, biasanya mengakibatkan terjadinya gua yang tidak begitu dalam. Tenaga yang mempengaruhinya adalah tenaga mekanis berupa hantaman air atau hempasan ombak. Gua yang terjadi di sini disebut gua laut.Di dalam proses pembentukan lorong ada banyak sekali kemungkinan bentuk, termasuk juga pembentukan apa yang kemudian kita sebut sebagai ornamen gua atau speleothem, beberapa ornamen yang memiliki sifat sama diberi nama; diantaranya;

  1. Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai.
  2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong gua.
  3. Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau kemiringan tanah. Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap), kalsit yang terbentuk semakin banyak.
  4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya tarik bumi. Biasanya melingkar.
  5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut.
  6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung
  7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite.
  8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air.
  9. Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.
  10. Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara.
  11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di dinding gua.
  12. Column
  13. Couli Flower
  14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika terjadi pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun-susun.
  15. Etika Penelusuran Gua
Moto Speleologi :
  • Jangan MENGAMBIL sesuatu, kecuali mengambil GAMBAR
  • Jangan MENINGGALKAN sesuatu, kecuali meninggalkan JEJAK
  • Jangan MEMBUNUH sesuatu, kecuali membunuh WAKTU
  • Bertindak WAJAR
  • Tidak sok pamer atau menutup-nutupi kepandaian (merasa minder atau malu)
  • Jika tidak sanggup maka tidak memaksakan kehendaknya
  • Tunjukkan RESPEK Kepada Sesama Penelusur Gua
  • Tidak menggunakan peralatan atau bahan-bahan yang disediakan oleh rombongan lain tanpa persetujuan
  • Membahayakan penelusur gua yang lain, misalnya : Mengambil atau memutuskan tali yang terpasang Memindahkan peralatan ketempat lain
  • Menimpuk batu jika ada penelusur lain didalam gua
  • Menghasut penduduk disekitar gua agar menghalang-halangi atau melarang rombongan lain masuk gua karena tidak satu orang/kelompok pun boleh merasa memiliki kekuasaan/hak terhadap sebuah gua bahkan bila dia itu seorang ahli yang menemukan gua tersebut pertama kali kecuali pemilik tanah di mana gua itu berada
  • Jangan melakukan penelitian yang sama jika ada rombongan penelusur lain yang sedang mengerjakannya DAN BELUM DIPUBLIKASIKAN (kecuali mendapatkan ijin)
  • Jangan gegabah sebagai penemu sesuatu sebelum mendapat konfirmasi dari kelompok2 resmi yang lain
  • Jangan melaporkan hal-hal yang tidak benar demi sensasi atau ambisi pribadi
  • Setiap usaha penelusuran gua adalah USAHA BERSAMA dan hasil publikasi tidak boleh menonjolkan DIRI SENDIRI tanpa mengingat jasa SESAMA PENELUSUR
  • Jangan menjelek-jelekkan penelusur lain dalam publikasi walau penelusur itu mungkin melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Setiap publikasi negatif tentang sesama penelusur maka akan memberikan gambaran negatif terhadap semua penelusur gua.
6. Kewajiban
  • Konservasi lingkungan gua harus menjadi TUJUAN UTAMA kegiatan Speleologi dan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh SETIAP PENELUSUR
  • Membersihkan gua serta lingkungannya, menjadi kewajiban pertama para penelusur
  • Apabila sesama penelusur gua membutuhkan pertolongan darurat para penelusur gua wajib memberikan pertolongan itu
  • Setiap penelusur gua wajib menaruh respek terhadap penduduk sekitar gua. Minta ijin seperlunya, bila mungkin secara tertulis kepada yang berwenang, tidak membuat onar atau melakukan tindakan-tindakan yang melanggar ketenteraman dan menyinggung perasaaan panduduk. Jangan merusak pagar, tanaman penduduk atau menganggu hewan milik penduduk. Sedapat mungkin menghormati dan mematuhi larangan2 yang diberikan pemuka masyarakat setempat berkaitan dengan gua yang akan ditelusuri demi menjaga martabat kepercayaan setempat
  • Bila meminta ijin dari instansi resmi yang berwenang, maka harus dirasakan sebagai kewajiban untuk membuat laporan dan menyerahkan hasilnya pada instansi tersebut. Apabila meminta nasihat pada penelusur atau seorang lainnya, maka wajib pula menyerahkan laporan kepada kelompok penelusur atau penasehat perseorangan itu
  • Bagian-bagian yang berbahaya dalam suatu gua wajib diberitahukan kepada kelompok penelusur lain, apabila anda mengetahui adanya tempat-tempat yang berbahaya
  • Sesuai dengan pandangan NSS dari USA, dilarang memamerkan benda-benda mati atau hidup didalam gua untuk lingkungan NON penelusur gua dan NON Speleologi. Hal ini untuk menghindari dorongan kuat yang hampir pasti timbul, untuk ikut mengambil benda-benda itu guna koleksi pribadi atau untuk melakukan penelusuran gua tanpa pengetahuan teknis dan ilmiah yang cukup. Bila perlu hanya di pamerkan dalam bentuk foto2 tanpa menyebutkan lokasi
  • NSS juga tidak menganjurkan usaha mempublikasikan penemuan2 di dalam gua atau lokasi dari gua sebelum diyakini betul adanya pelestarian oleh yang berwenang, yang memadai. Perusakan lingkungan gua oleh orang awam menjadi tanggung jawab si penulis berita, apabila mereka mengunjungi gua2 itu sebagai akibat publikasi dalam media massa
  • Setiap terjadi musibah diwajibkan untuk di laporkan kepada sesama penelusur melalui media Speologi yang ada, hal ini perlu supaya jenis musibah yang sama dapat dihindari
  • Menjadi kewajiban mutlak bagi penelusur gua untuk memberitahukan kepada rekan-rekan terdekat lokasi mana akan pergi dan kapan ia akan diharapkan pulang.
Di tempat lokasi gua, para penelusur wajib memberitahukan penduduk nama dan alamat para penelusur dan kapan diharapkan selesai menelusuri gua. Wajib memberitahukan penduduk siapa yang harus dihubungi, apabila penelusur belum keluar dari gua sesuai dengan waktu yang direncanakan
  • Para penelusur wajib memperhatikan keadaan cuaca. Wajib meneliti apakah ada bahaya banjir didalam gua waktu turun hujan lebat dan meneliti lokasi2 mana di dalam gua yang dapat dipergunakan untuk tempat menghindar dari banjir.
  • Dalam setiap musibah setiap penelusur wajib bertindak dengan tenang tanpa panik dan wajib patuh pada instruksi pemimpin penelusuran.
  • Setiap penelusur dianjurkan untuk melengkapi dirinya dengan peralatan dasar, untuk kegiatan yang lebih sulit digunakan peralatan yang memenuhi syarat dan ia wajib mempunyai pengetahuan tentang penggunaan peralatan itu.
  • Setiap penelusur wajib melatih diri dalam berbagai keterampilan gerak penelusuran gua dan keterampilan menggunakan peralatan sekalipun dalam waktu2 non aktif
  • Setiap penelusur gua wajib membaca berbagai publikasi mengenai gua dan lingkungannya agar pengetahuan tentang Speleologi tetap berkembang, bagi yang mampu melakukan penyelidikan atau opservasi ilmiah diwajibkan melakukan publikasi agar sesama penelusur dapat menarik manfaat dari makalah2 itu.

MANAJEMEN PERJALANAN & PERALATAN

Perencanan perjalanan Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari informasi. Untuk mendapatkan data-data kita dapat memperoleh dari literatur- literatur yang berupa buku-buku atau artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari orang-orang yang pernah melakukan pendakian pada objek yang akan kita tuju. Tidak salah juga bila meminta informasi dari penduduk setempat atau siapa saja yang mengerti tentang gambaran medan lokasi yang akan kita daki. Selanjutnya buatlah ROP (Rencana Operasi Perjalanan). Buatlah perencanaan secara detail dan rinci, yang berisi tentang daerah mana yang dituju, berapa lama kegiatan berlangsung, perlengkapan apa saja yang dibutuhkan, makanan yang perlu dibawa, perkiraan biaya perjalanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta prosedur pengurusan ijin mendaki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP secara teliti dan sedetail mungkin, mulai dari rincian waktu sebelum kegiatan sampai dengan setelah kegiatan. Aturlah pembagian job dengan anggota pendaki yang lain (satu kelompok), tentukan kapan waktu makan, kapan harus istirahat, dan sebagainya.Intinya dalam perencanaan pendakian, hendaknya memperhatikan : Mengenali kemampuan diri dalam tim dalam menghadapi medan.
■ Mempelajari medan yang akan ditempuh.
■ Teliti rencana pendakian dan rute yang akan ditempuh secermat mungkin.
■ Pikirkan waktu yang digunakan dalam pendakian.
■ Periksa segala perlengkapan yang akan dibawa.
■ Perlengkapan dasar perjalanan Perlengkapan jalan : sepatu, kaos kaki, celana, ikat pinggang, baju, topi, jas
■ hujan, dll. Perlengkapan tidur : sleeping bag, tenda, matras dll.
■ Perlengkapan masak dan makan: kompor, sendok, makanan, korek dll.
■ Perlengkapan pribadi : jarum , benang, obat pribadi, sikat, toilet paper /
■ tissu, dll. Ransel / carrier.
■ Perlengkapan pembantu Kompas, senter, pisau pinggang, golok tebas, Obat-obatan.
■ Alat komunikasi (Handy talky), survival kit, GPS [kalo ada]
■ Jam tangan.

Packing atau menyusun perlengkapan kedalam ransel.
  • Kelompokkan barang barang sesuai dengan jenis jenisnya.
  • Masukkan dalam kantong plastik.
  • Letakkan barang barang yang ringan dan jarang penggunananya (mis : Perlengkapan tidur) pada yang paling dalam.
  • Barang barang yang sering digunakan dan vital letakkan sedekat mungkin dengan tubuh dan mudah diambil.
  • Tempatkan barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat mungkin dengan badan / punggung.
  • Buat Checklist barang barang tersebut

Pedoman Perjalanan Alam Terbuka
Untuk merencanakan suatu perjalanan ke alam bebas harus ada persiapan dan penyusunan secara matang. Ada rumusan yang umum digunakan yaitu 4W & 1 H, yang kepanjangannya adalah Where, Who, Why, When dan How.

Berikut ini aplikasi dari rumusan tersebut :
  • :Where (Dimana), untuk melakukan suatu kegiatan alam kita harus mengetahui dimana yang akan kita digunakan, misalnya: Gunung Sanggabuana - Pangkalan - Karawang.
  • Who (Siapa), apakah anda akan melakukan kegiatan alam tersebut sendiri atau dengan berkelompok. contoh: satu kelompok (25 personil) terdiri dari 5 orang anggota penuh (panitia) dan 20 orang siswa DIKLAT (peserta)
  • Why (Mengapa), ini adalah pertanyaan yang cukup panjang jawabannya dan bisa bermacam-macam contoh : Untuk melakukan DIKLATSAR.
  • When (Kapan) waktu pelaksanaan kegiatan tersebut, berapa lama ? contoh : 23 Februari 2005 sampai dengan 25 Februari 2005 Dari pertanyaan-pertanyaan 4 W, maka didapat suatu gambaran sebagai berikut: pada tanggal 23-25 Februari 2007 akan diadakan DIKLAT, yang akan dilaksanakan oleh 5 panitia dan diikuti 20 orang siswa DIKLAT. Tempat yang digunakan untuk DIKLAT tersebut yaitu di Lompobattang-Bawakaraeng.
Untuk How [Bagaimana] merupakan suatu pembahasan yang lebih komprehensif dari jawaban pertanyaan diatas ulasannya adalah sebagai berikut :
•Bagaimana kondisi lokasi
•Bagaimana cuaca disana
•Bagaimana perizinannya
•Bagaimana mendapatkan air
•Bagaimana pengaturan tugas panitia
•Bagaimana acara akan berlangsung
•Bagaimana materi yang disampaikan
•dan masih banyak “bagaimana ?” lagi (silahkan anda mengembangkannya lagi)
Dari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul itulah kita dapat menyusun rencana gegiatan yang didalamnya mencakup rincian :
1. Pemilihan medan, dengan memperhitungkan lokasi basecamp, pembagian waktu dan sebagainya.
2. Pengurusan perizinan
3. Pembagian tugas panitia
4.Persiapan kebutuhan acara
5.Kebutuhan peralatan dan perlengkapan
6.dan lain sebagainya.

Keberhasilan suatu kegiatan di alam terbuka juga ditentukan oleh perencanaan dan perbekalan yang tepat. Dalam merencanakan perlengkapan perjalanan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah :
1. Mengenal jenis medan yang akan dihadapi (hutan, rawa, tebing, dll)
2. Menentukan tujuan perjalanan (penjelajahan, latihan, penelitian, SAR, dll)
3. Mengetahui lamanya perjalanan (misalnya 3 hari, seminggu, sebulan, dsb)
4. Mengetahui keterbatasan kemampuan fisik untuk membawa beban
5. Memperhatikan hal-hal khusus (misalnya : obat-obatan tertentu)

Setelah mengetahui hal-hal tersebut, maka kita dapat menyiapkan perlengkapan dan perbekalan yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi beratnya tidak melebihi sepertiga berat badan (sekitar 15-20 kg), walaupun ada yang mempunyai kemampuan mengangkat beban sampai 30 kg.

Dari kegiatan penjelajahan, ada beberapa jenis perjalanan yang disesuaikan dengan medannya, yaitu :
1. Perjalanan pendakian gunung
2. Perjalanan menempuh rimba
3. Perjalanan penyusuran sungai, pantai dan rawa
4. Perjalanan penelusuran gua
5. Perjalanan pelayaran

Untuk perjalanan ilmiah dan kemanusiaan, bisa pula dikelompokkan berdasarkan jenis medan yang dihadapi. Dari setiap kegiatan tersebut, kita dapat mengelompokkan perlengkapannya sebagai berikut :

1. Perlengkapan dasar, meliputi :
o Perlengkapan dalam perjalanan / pergerakkan
o Perlengkapan untuk istirahat
o Perlengkapan makan dan minum
o Perlengkapan mandi
o Perlengkapan pribadi

2. Perlengkapan khusus, disesuaikan dengan perjalananan, misalnya
o Perlengkapan penelitian (kamera, buku, dll)
o Perlengkapan penyusuran sungai (perahu, dayung, pelampung, dll)
o Perlengkapan pendakian tebing batu (carabineer, tali, chock, dll)
o Perlengkapan penelusuran gua (helm, headlamp/senter, harness, sepatu karet, dll)

3. Perlengkapan tambahan Perlengkapan ini dapat dibawa atau tergantung evaluasi yang dilakukan (misalnya : semir, kelambu, gaiter, dll).

Mengingat pentingnya penyusunan perlengkapan dalam suatu perjalanan, maka sebelum memulai kegiatan, sebaiknya dibuatkan check-list terlebih dahulu. Perlengkapan dikelompokkan menurut jenisnya, lalu periksa lagi mana yang perlu dibawa dan tidak. Apabila perjalanan kita lakukan dengan berkelompok, maka check-list nya untuk perlengkapan regu dan pribadi. Dalam perjalanan besar dan memerlukan waktu yang lama, kita perlu menentukan perlengkapan dan perbekalan mana saja yang dibawa dari rumah atau titik keberangktan, dan perlengkapan atau perbekalan mana saja yang bisa dibeli di lokasi terdekat dengan tujuan perjalanan kita. Yang tidak kalah pentingnya adalah anda akan mendapatkan point-point bagi kalkulasi biaya yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut.

Packing

Sebelum melakukan kegiatan alam bebas kita biasanya menentukan dahulu peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa, jika telah siap semua inilah saatnya mempacking barang-barang tersebut ke dalam carier atau backpack. Packing yang baik menjadikan perjalanan anda nyaman karena ringkas dan tidak menyulitkan.

Prinsip dasar yang mutlak dalam mempacking adalah :
  1. Pada saat back-pack dipakai beban terberat harus jatuh ke pundak, Mengapa beban harus jatuh kepundak, ini disebabkan dalam melakukan perjalanan [misalnya pendakian] kedua kaki kita harus dalam keadaan bebas bergerak, jika salah mempacking barang dan beban terberat jatuh kepinggul akibatnya adalah kaki tidak dapat bebas bergerak dan menjadi cepat lelah karena beban backpack anda menekan pinggul belakang. Ingat : Letakkan barang yang berat pada bagian teratas dan terdekat dengan punggung.
  2. Membagi berat beban secara seimbang antara bagian kanan dan kiri pundak Tujuannya adalah agar tidak menyiksa salah satu bagian pundak dan memudahkan anda menjaga keseimbangan dalam menghadapi jalur berbahaya yang membutuhkan keseimbangan seperti : meniti jembatan dari sebatang pohon, berjalan dibibir jurang, dan keadaan lainnya.

Pertimbangan lainnya adalah sebagai berikut :
  • Kelompokkan barang sesuai kegunaannya lalu tempatkan dalam satu kantung untuk mempermudah pengorganisasiannya. Misal : alat mandi ditaruh dalam satu kantung plastik. •Maksimalkan tempat yang ada, misalkan Nesting (Panci Serbaguna) jangan dibiarkan kosong bagian dalamnya saat dimasukkan ke dalam carrier, isikan bahan makanan kedalamnya, misal : beras dan telur.
  • Tempatkan barang yang sering digunakan pada tempat yang mudah dicapai pada saat diperlukan, misalnya: rain coat/jas hujan pada kantong samping carrier.
  • Hindarkan menggantungkan barang-barang diluar carrier, karena barang diluar carrier akan mengganggu perjalanan anda akibat tersangkut-sangkut dan berkesan berantakan, usahakan semuanya dapat dipacking dalam carrier.
Mengenai berat maksimal yang dapat diangkat oleh anda, sebenarnya adalah suatu angka yang relatif, patokan umum idealnya adalah 1/3 dari berat badan anda , tetapi ini kembali lagi ke kemampuan fisik setiap individu, yang terbaik adalah dengan tidak memaksakan diri, lagi pula anda dapat menyiasati pemilihan barang yang akan dibawa dengan selalu memilih barang/alat yang berfungsi ganda dengan bobot yang ringan dan hanya membawa barang yang benar-benar perlu.

Memilih dan Menempatkan Barang

Dalam memilih barang yang akan dibawa pergi mendaki atau kegiatan alam bebas selalu cari alat/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan untuk meringankan berat beban yang harus anda bawa, contoh : Alumunium foil, bisa untuk pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan nanti, dan yang penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di carrier.
Matras ; Sebisa mungkin matras disimpan didalam carrier jika akan pergi kelokasi yang hutannya lebat, atau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak rekan pendaki yang lebih senang mengikatkan matras diluar, memang kelihatannya bagus tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor.

Kantung Plastik ; Selalu siapkan kantung plastik didalam carreir anda, karena akan berguna sekali nanti misalnya untuk tempat sampah yang harus anda bawa turun, baju basah dan lain sebagainya. Gunakan selalu kantung plastik untuk mengorganisir barang barang didalam carrier anda (dapat dikelompokkan masing-masing pakaian, makanan dan item lainnya), ini untuk mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin memilih pakaian, makanan dsb.

Menyimpan Pakaian ;Jika anda meragukan carrier yang anda gunakan kedap air atau tidak, selalu bungkus pakaian anda didalam kantung plastik [dry-zax], gunanya agar pakaian tidak basah dan lembab. Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung tersendiri dan tidak
dicampur dengan pakaian bersih.

Menyimpan Makanan ;Pada gunung-gunung tertentu (misalnya Rinjani) usahakan makanan dibungkus dengan plastik dan ditutup rapat kemudian dimasukkan kedalam keril, karena monyet-monyet didekat puncak / base camp terakhir suka membongkar isi tenda untuk mencari makanan.

Menyimpan Korek Api Batangan ;Simpan korek api batangan anda didalam bekas tempat film (photo), agar korek api anda selalu kering.

Packing Barang / Menyusun Barang Di Carrier ;Selalu simpan barang yang paling berat diposisi atas, gunanya agar pada saat carrier digunakan, beban terberat berada dipundak anda dan bukan di pinggang anda hingga memudahkan kaki melangkah.

Perlengkapan Pribadi Alam Bebas

Outdoor activity atau kegiatan alam bebas merupakan kegiatan yang penuh resiko dan memerlukan perhitungan yang cermat. Jika salah-salah maka bukan mustahil musibah akan mengancam setiap saat. Sebagai contoh, sebuah referensi pernah mencatat bahwa salah satu kegiatan alam bebas yaitu rock climbing [panjat tebing] merupakan jenis olahraga yang resiko kematiannya merupakan peringkat ke-2 setelah olahraga balap mobil formula-1.

Tentu saja resiko tersebut terjadi apabila safety-procedure tidak menjadi perhatian yang serius, tetapi apabila safety-procedure diperhatikan dan sering berlatih, maka resiko tersebut dapat ditekan sampai titik paling aman.

Perjalanan alam bebas pasti akan bersentuhan dengan cuaca, situasi medan dan waktu yang kadang tidak bersahabat, baik malam atau siang hari, oleh karena itu perlu dipersiapkan perlengkapan yang memadai.

Salah satu “perisai diri” ketika melakukan aktivitas alam bebas adalah perlengkapan diri pribadi. Berikut digambarkan beberapa perlengkapan pribadi standard.

1. Tutup kepala/topi
Untuk melindungi diri dari cuaca panas atau dingin perlu penutup kepala. Dalam keadaan panas atau hujan, maka tutup kepala yang baik adalah yang juga dapat melindungi kepala dan wajah sekaligus. Untuk ini pilihan terbaik adalah topi rimba atau topi yang punya pelindung keliling. Topi pet atau topi softball tidak direkomendasikan.
Pada cuaca dingin malam hari atau di daerah tinggi, maka penutup kepala yang baik adlah yang dapat memberikan rasa hangat. Pilihannya adalah balaklava atau biasa disebut kupluk.

2. Syal-slayer
Slayer atau syal bukan hanya digunakan sebagai identitas organisasi, tetapi sebetulnya mempunyai fungsi lainnya. Syal/slayer dapat digunakan untuk menghangatkan leher ketika cuaca dingin, dapat juga digunakan sebagai saringan air ketika survival. Syal/slayer juga sangat berguna ketika dalam keadaan darurat, baik digunakan untuk perban darurat atau sebagai alat peraga darurat. Oleh karenanya disarankan menggunakan syal/slayer yang berwarna mecolok dan terbuat dari bahan yang kuat serta dapat menyerap air namun cepat kering.

3. Baju
Kebutuhan ini multak, tidak bisa beraktivitas tanpa baju [bayangkan kalau tanpa ini, maka kulit akan terbakar matahari]. Baju yang baik adalah dari bahan yang dapat menyerap keringat, tidak disarankan menggunakan baju dari bahan nilon karena panas dan tidak dapat meyerap keringat. Baju dengan bahan demikian biasanya adalah planel atau paling tidak kaos dari bahan katun.Pilihan warna untuk aktivitas lapangan seperti halnya juga slayer/syal adalah yang mencolok agar bisa terjadi keadaan darurat [misalnya hilang] dapat dengan mudah diidentifikasi dan dikenali.

Dalam beraktivitas di alam bebas jangan pernah melupakan baju salin/ganti, hal ini karena aktivitas lapangan akan sangat banyak mengeluarkan energi yang membuat badan kita berkeringat. Bawalah baju salain 2 atau 3 buah.

4. Celana
Celana lapang yang baik adalah yang memnuhi syarat ringan, mudah kering dan dapat menyerap keringat. Pemakaian bahan jeans sangat tidak direkomendasikan karena berat dan susah kering dan membuat lecet. Celana yang baik adalah kain dengan tenunan ripstop [bila berlubang kecil tidak merembet atau robek memanjang]. Bila aktivitas dilakukan di daerah pantai atau perairan juga baik bila menggunakan bahan dari parasut tipis.Selain celana panjang, jangan lupa bahwa under-wear juga penting. jangan lupa juga untuk menyediakan serep ganti.

5. Jaket
Salah satu perlengkapan penting dalam alam bebas adalah jaket. Jaket digunakan untuk melindungi diri dari dingin bahkan sengatan matahari atau hujan.Jaket yang baik adalah model larva, yaitu jaket yang panjang sampai ke pangkal paha. Jaket ini juga biasanya dilengkapi dengan penutup kepala [kupluk]. Akan sangat baik bila jaket yang memiliki dua lapisan (double-layer). Lapisan dalam biasanya berbahan penghangat dan menyeyerap keringat seperti wool atau polartex, sedang lapisan luar berfungsi menahan air dan dingin. Kini teknologi tekstil sudah mampu memproduksi Gore-Tex bahan jaket yang nyaman dipakai saat mendaki bahan ini memungkinkan kulit tetap bernafas, tidak gerah mengeluarkan keringat mampu menahan angin (wind breaking) dan resapan air hujan (water proff) sayang, bahan ini masih mahal. Yang paling baik jaket terbuat dari bulu angsa-biasanya digunakan untuk kegiatan pendakian gunung es].

6. Slepping bag
Istirahat adalah kebutuhan pegiat alam bebas setelah aktivitas yang melelahkan seharian. Tempat istirahat yang ideal adalah dengan menggunakan slepping bag [kantong tidur]. Slepping bag yang baik juga biasanya terbuat dari dua sisi, yaitu yang dingin, licin dan tahan air satu sisi, dan yang hangat dan tebal disisi lain. Penggunaannya sesuai dengan cuaca saat istirahat.

7. Sepatu
Sepatu yang baik yaitu yang melindungi tapak kaki sampai mata kaki, kulit tebal tidak mudah sobek bila kena duri. keras bagian depannya, untuk melindungi ujung jari kaki apabila terbentur batu. bentuk sol bawahnya dapat menggigit ke segala arah dan cukup kaku, ada lubang ventilasi bersekat halus. Gunakan sepatu yang dapat dikencangkan dan dieratkan pemakaiannya [menggunakan ban atau tali. Dilapangan sepatu tidak boleh longgar karena akan menyebabkan pergesekan kaki dengan sepatu yang berakibat lecet. Penggunaan sepatu juga harus dibarengi dengan kaos kaki. Untuk ini juga sebaiknya disediakan kaos kaki serep bila suatu saat basah.

8. Carrier
Carrier bag atau ransel sebaiknya gunakan yang tidak terlalu besar tetapi juga tidak terlampau kecil, artinya mampu menampung perlengkapan dan peralatan yang dibawa. Sebaiknya jangan menggunakan carrier yang mempunyai banyak kantong dibagian luar karena dalam keadaan tertentu ini akan menghambat pergerakan. Gunakan carrier yang ramping walaupun agak tinggi, ini lebih baik daripada yang gemuk tetapi rendah. Sebelum berangkat harus diperhatikan jahitan-jahitannya, karena kerusakan pada jahitan terutama sabuk sandang akan berakibat sangat fatal.

9. Alat masak, makan dan mandi
Perlengkapan sangat penting lainnya adalah alat masak, makan dan mandi. Bagimanapun juga dalam kondisi lapangan kita sangat perlu untuk menghemat aktu dan bahan masalak. Gunakan alat dari alumunium karena cepat panas, untuk ini nesting menjadi pilihan yang sangat baik, disamping dia ringkas dan serba guna. Juga perlu dipersiapkan alat bantu makan lainnya (sendok, piring, dll) dan pastikan bahan bakar untuk memasak / membuat api seperti lilin, spirtus, parafin, dll.Jangan lupa juga siapkan phiples minum sebagai bekal perjalanan [saat ini banyak tersedia model dan jenis phipless].Perlengkapan mandi juga sangat penting karena tidak jarang perjalanan dilakukan berhari-hari dengan tubuh penuh keringat. Bawalah alat mandi seperti sabun yang berkemasan tube agar mudah disimpan dan tidak perlu membuang sampah bungkusan disembarang tempat.

10. Obat-obatan dan Survival Kits
Perlengkapan pribadi lainnya yang sangat penting adalah obat-obatan, apalagi kalau pegiat mempunyai penyakit khusus tertentu seperti asma. Disamping obat-obatan juga setidaknya mempunyai kelengkapan survival kits.

Perencanaan Perbekalan

Dalam perencanaan perjalanan, perencanaan perbekalan merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :

Lamanya perjalanan yang akan dilakukan
Aktifitas apa saja yang akan dilakukan
Keadaaan medan yang akan dihadapi (terjal, sering hujan, dsb)

Sehubungan dengan keadaan diatas, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam merencanakan perjalanan:
a. Cukup mengandung kalori dan mempunyai komposisi gizi yang memadai.
b. Terlindung dari kerusakan, tahan lama, dan mudah menanganinya.
c. Sebaiknya makanan yang siap saji atau tidak perlu dimasak terlalu lama, irit air dan bahan bakar.
d. Ringan, mudah didapat
e. Murah
Untuk dapat merencanakan komposisi bahan makanan agar sesuai dengan syarat-syarat diatas, kita dapat mengkajinya dengan langkah-langkah berikut :Dengan informasi yang cukup lengkap, perkirakan kondisi medan, aktifitas tubuh yang perlukan, dan lamanya waktu. Perhitungkan jumlah kalori yang diperlukan.Susun daftar makanan yang memenuhi syarat diatas, kemudian kelompokan menurut komposisi dominan. Hidrat arang, ptotein, lemak, hitung masing-masing kalori totalnya (setelah siap dimakan).Perhitungan untuk vitamin dan mineral dapat dilakukan terakhir, dan apabila ada kekurangan dapat ditambah tablet vitamin dan mineral secukupnya.

Catatan :

Kandungan kalori :
- hidrat arang 4 kal/gr
- lemak 9 kal/gr
- protein 4 kal/gr

Kalori paling cepat didapat dari :
1. Hidrat arang
2. lemak
3. protein

Kebutuhan kalori per 100 pounds berat badan (sekitar 45 kg)
1 Metabolisme basal 1100 kalori
2 Aktifitas tubuh :
Jalan Kaki 2 mil/jam 45 kal/jam
3 mil/jam 90 kal/jam
4 mil/jam 160 kal/jam

Memotong kayu/tebas
260 kal/jam

Makan
20 kal/jam

Duduk (diam) 20 kal/jam

Bongkar pasang ransel, buat camp
50 kal/jam

Menggigil
220 kal/jam
3 Aktifitas dinamis khusus = 6 - 8 % dari 1 dan 2
4 Total kalori yang dibutuhkan = 1 + 2 + 3

Jenis Bahan Makanan dan Macam Makanan
Sumber kalori dari hidrat arang tiap 100 gram
Beras giling 360 kal Nasi 178 kal
Havermout 390 kal Kentang 90 kal
Singkong 140 kal Macaroni 363 kal
Maizena 343 kal Roti 248 kal
Tape singkong 173 kal Gaplek 363 kal
Biskuit 458 kal Sagu 353 kal
Terigu 365 kal Ubi 123 kal
Gula pasir 364 kal Gula aren 368 kal
Madu 294 kal Coklat pahit 504 kal
Coklat manis 472 kal Coklat susu 381 kal

Sumber Protein (tiap 100 gram)
Tempe 119 kla
Kacang tanah rebus dengan kulit 360 kal
Telur ayam 162 kal
Telur bebek 189 kal

Sumber protein dan lemak (tiap 100 gram)

Corned 241 kal
Daging asap 191 kal
Dendeng 433 kal
Sardens 338 kal
Menu makanan satu hari :
Mie 1.5 gelas 335 kal
Susu kental manis ½ gelas 336 kal
Dodol ½ ons 200 kal
Coklat 1 ons 472 kal
Nasi 2 ons 360 kal
Roti 1 ons 248 kal
Biscuit 1 ons 458 kal
Corned ½ ons 120 kal
Dendeng 1 ons 433 kal

TOTAL 2962 kal “

Bila engkau tidak dapat menjadi beringin yang tegak diatas puncak bukit, maka jadilah saja rumput, tetapi rumput yang tumbuh memperkuat tanggul. Bila engkau tidak bisa menjadi jalan besar, maka jadilah saja jalan setapak, tetapi jalan setapak yang menuju ke mata air. Tidak semuanya dapat menjadi nahkoda, tentu harus ada kelasi. Sebaik-baiknya engkau adalah menjadi dirimu sendiri.”

Perjalanan ke alam terbuka pasti mengandung resiko. Tiap perjalanan memiliki tingkat resiko dan bahaya yang bervariasi.bahaya dan resiko tersebut dapat jauh diminimalisir dengan berbagai persiapan. Persiapan umum yang harus dimiliki seorang pendaki sebelum mulai naik gunung antara lain:

  1. Membawa alat navigasi berupa peta lokasi pendakian, peta, altimeter [Alat pengukur ketinggian suatu tempat dari permukaan laut], atau kompas. Untuk itu, seorang pendaki harus paham bagaimana membaca peta dan melakukan orientasi. Jangan sekali-sekali mendaki bila dalam rombongan tidak ada yang berpengalaman mendaki dan berpengetahuan mendalam tentang navigasi.
  2. Pastikan kondisi tubuh sehat dan kuat. Berolahragalah seperti lari atau berenang secara rutin sebelum mendaki.
  3. Bawalah peralatan pendakian yang sesuai. Misalnya jaket anti air atau ponco, pisahkan pakaian untuk berkemah yang selalu harus kering dengan baju perjalanan, sepatu karet atau boot (jangan bersendal), senter dan baterai secukupnya, tenda, kantung tidur, matras.
  4. Hitunglah lama perjalanan untuk menyesuaikan kebutuhan logistik. Berapa banyak harus membawa beras, bahan bakar, lauk pauk, dan piring serta gelas. Bawalah wadah air yang harus selalu terisi sepanjang perjalanan.
  5. Bawalah peralatan medis, seperti obat merah, perban, dan obat-obat khusus bagi penderita penyakit tertentu.
  6. Jangan malu untuk belajar dan berdiskusi dengan kelompok pencinta alam yang kini telah tersebar di sekolah menengah atau universitas-universitas.
  7. Ukurlah kemampuan diri. Bila tidak sanggup meneruskan perjalanan, jangan ragu untuk kembali pulang.

Memang, mendaki gunung memiliki unsur petualangan. Petualangan adalah sebagai satu bentuk pikiran yang mulai dengan perasaan tidak pasti mengenai hasil perjalanan dan selalu berakhir dengan perasaan puas karena suksesnya perjalanan tersebut. Perasaan yang muncul saat bertualang adalah rasa takut menghadapi bahaya secara fisik atau psikologis. Tanpa adanya rasa takut maka tidak ada petualangan karena tidak ada pula tantangan.

Risiko mendaki gunung yang tinggi, tidak menghalangi para pendaki untuk tetap melanjutan pendakian, karena Zuckerma menyatakan bahwa para pendaki gunung memiliki kecenderungan sensation seeking [pemburuan sensasi] tinggi. Para sensation seeker menganggap dan menerima risiko sebagai nilai atau harga dari sesuatu yang didapatkan dari sensasi atau pengalaman itu sendiri. Pengalaman-pengalaman yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan tersebut membentuk self-esteem [kebanggaan /kepercayaan diri].

Pengalaman-pengalaman ini selanjutnya menimbulkan perasaan individu tentang dirinya, baik perasaan positif maupun perasaan negatif. Perjalanan pendakian yang dilakukan oleh para pendaki menghasilkan pengalaman, yaitu pengalaman keberhasilan dan sukses mendaki gunung, atau gagal mendaki gunung. Kesuksesan yang merupakan faktor penunjang tinggi rendahnya self-esteem, merupakan bagian dari pengalaman para pendaki dalam mendaki gunung.

Fenomena yang terjadi adalah apakah mendaki gunung bagi para pendaki merupakan sensation seeking untuk meningkatkan self-esteem mereka? Selanjutnya, sensation seeking bagi para pendaki gunung kemungkinan memiliki hubungan dengan self-esteem pendaki tersebut. Karena pengalaman yang dialami para pendaki dalam pendakian dapat berupa keberhasilan maupun kegagalan.

Persiapan mendaki gunung

Persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental, fisik, etika, pengetahuan dan ketrampilan.
  • Kesiapan mental. Mental amat berpengaruh, karena jika mentalnya sedang fit, maka fisik pun akan fit, tetapi bisa saja terjadi sebaliknya.
  • Kesiapan fisik. Beberapa latihan fisik yang perlu kita lakukan, misalnya : Stretching /perenggangan [sebelum dan sesudah melakukan aktifitas olahraga, lakukanlah perenggangan, agar tubuh kita dapat terlatih kelenturannya]. Jogging (lari pelan-pelan) Lama waktu dan jarak sesuai dengan kemampuan kita, tetapi waktu, jarak dan kecepatan selalu kita tambah dari waktu sebelumnya. Latihan lainnya bisa saja sit-up, push-up dan pull-up Lakukan sesuai kemampuan kita dan tambahlah porsinya melebihi porsi sebelumnya.
  • Kesiapan administrasi. Mempersiapkan seluruh prosedur yang dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasan yang akan dituju.
  • Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan.
Pengetahuan untuk dapat hidup di alam bebas. Kemampuan minimal yang perlu bagi pendaki adalah pengetahuan tentang navigasi darat, survival serta EMC [emergency medical care] praktis.

Mengenal Jenis Gunung dan Grade Pendakian

Pada garis besar gunung terbagi menjadi 2, yaitu gunung berapi/aktif dan tidak aktif. Berdasar bentuknya dibagi menjadi :
1.Gunung berapi perisai (Gunung berapi lava) == seperti perisai
2.Gunung berapi strato
3.Gunung berapi maar == Gunung berapi yang meletus sekali dan segala aktivitas vulkanisme terhenti, yang tinggal hanya kawahnya saja.
Macam dan tingkat pendakian gunung macam pendakian, yaitu pendakian gunung bersalju (es) dan gunung batu. Keduanya mambutuhkan persiapan dan perlengkapan yang matang. Menurut Club "Mountaineers", Seatle Washington, dasar pembagian tingkat pendakian ada dua cara.

1. Berdasar penggunaan alat teknis yang dipakai ( class)
•class 1 ; lintas alam tanpa bantuan tangan
•class 2 ; dibutuhkan bantuan tangan
•class 3 ; pendakian yang mudah memerlukan kaki dan tangan dalam mendaki, tali mungkin dibutuhkan oleh pemula
•class 4 ; pendakian memerlukan tali pengaman
•class 5 ; dibutuhkan tali dan pengaman peralatan lain seperti : piton, runner, chocks dll
•class 6 ; mandaki dengan tali dengan peralatan bantuan sepenuhnya berpijak
diatas paku tebing, memenjat rantai sling atau mengunakan stirupss Pendakian claass 4 masuk dalam katagori scrembling [Mendaki dengan cara mempergunakan badan sebagai keseimbangan serta tangan untuk berpegangan dengan medan yang miring sampai 45 derajat] dan class 5 - 6 sudah dapat dikatagorikan sebagai climbing [panjat]. Dimana class 5 merupakan free-climbing [Pemanjatan dengan tanpa menggunakan alat tehnis untuk menambah ketinggian, alat hanya sebagai pengaman saja ] dan class 6 adalah artificial climbing [Pemanjatan dengan menggunakan alat tehnis sebagai pembantu menambah ketinggian, misalnya dipijak atau disentak dan dipegang ]. Apa bila dilakukan di gunung batu / cadas disebut rock climbing dan bila dilakukan di gunung es disebut dengan snow and ice climbing .

2. Berdasar lama waktu akibat sukarnya pendakian dalam medan pendakian (grade)
•grade I, bagian yang sukar dapat ditempuh dalam beberapa jam
•grade II, bagian yang sukar ditempuh dalam setengah hari
•grade III, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh
•grade IV, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh dan memerlukan bantuan lereng-lereng sempit untuk bisa naik
•grade V, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 1,5-2,5 hari
•grade VI, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 2 hari atau lebih dan dengan banyak sekali kesulitan

3. Berdasarkan tingkat keamanan pemanjat dari kemampuan alat yang digunakan
•A1 ;aman sekali, peralatan yang dipasang dan digunakan dapat diandalkan untuk menjaga keselamatan pendaki
•A2 ;aman, jikapun terjadi masalah, alat masih dapat diandalkan untuk mencegah akibat yang lebih fatal [misalnya jatuh tidak sampai kedasar]
•A3 ;penggunan alat pengaman cukup aman tetapi tidak dapat diandalkan untuk menjaga resiko jatuh, kecuali dengan pemasangan yang sangat teliti dan fall-faktor yang tidak terlalu berbeban tinggi. Bila fall faktor tinggi, maka alat-alat akan copot dan pendaki bisa menerima akibat fatal
•A4 ;pengaman yang digunakan tidak dapat diharapkan untuk dapat menahan beban jatuh, cenderung hanya sebagai pengaman psykologis untuk menguatkan mental pendaki

4. Berdasarkan tingkat kesulitan [difficult] medan pendakian
Tingkatan pedakian dengan dasar perhitungan ini bisa disebut juga dengan Yossemite Decimal System [YDS]. Pang-katagorian berasal dari USA dan saat ini banyak di gunakan untuk menentukan grade kesulitan panjat tebing. Oleh karena itu YDS dimulai dengan grade 5 dan seterusnya. Pengkatagorian demikian biasanya digunakan untuk jenis pendakian free-climbing atau free-soloing [Memanjat sendiri tanpa alat bantu dan pengaman apapun, biasanya pada jalur pendek]

Anehnya YDS sendiri menyalahi kaidah matematis penghitungan decimal, dimana misalnya suatu jalur mempunyai ketinggian 5,9 [lima point sembilan] lalu grade selanjutnya menjadi 5.10 [lima point sepuluh]. Peng-angka-an ini menjadi “aneh” akibat grade 5.9 lebih rendah dibanding dengan 5.10, padahal dalam matematika sebaliknya.

YDS sendiri diawali dengan grade 5.8 atau 5.9, selanjutnya 5.10, 5.11, 5.12, 5.13 dan 5.14. Sampai saat ini tidak ada grade melebihi 5.14.

Perkembangan keanehan peng-angka-an decimal ini menurut beberapa diskusi pegiatan pendakian dan panjat tebing akibat keselahan memprediksikan kemampuan pendakian pada saat system YDS dipublikasikan. Dimana pada saat itu diperkirakan kemampuan pendakian / panjat hanya sampai grade 5.9. Padahal dalam kemudian berkembangan kemampuan pendakian / pemanjatan yang lebih mutakhir dan luar bisa.

Bahkan saking sulitnya menentukan dengan hanya angka-angka decimal yang terbatas,
seiring dengan banyaknya jalur pendakian/pemanjatan yang dibuat oleh kalangan pemanjat, maka grade decimalpun ditambahkan dibelangkannya dengan alfhabet.
Contoh; 5.12a, 5.13 d atau 5.14 c
Memang sampai saat sekarang barangkali hanya ada beberapa jalur yang dibuat manusia dengan grade 5.14, itupun terbatas pada jalur-jalur pendek.

Secara umum grading dengan YDS dapat dijelaskan sebagai berikut :
•5.8 ; jalur yang ditempuh mudah, grip [pegangan] sangat bisa digunakan oleh bagian tubuh yang ada untuk menambah ketinggian
•5.9 ; jalur yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari
•5.10 ; jalur yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari, hanya saja perlu keseimbangan [balance] yang baik
•5.11 ; dapat bertahan pada 2 atau 3 grip dengan satu diantaranya sangat minim dan perlu keseimbangan. Jalur hang hampir bisa dipastikan memiliki grade demikian.
•5.12 ; terdapat 2 dari 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk menambah ketinggian. Dengan kondisi grip yang kecil di satu bagiannya atau paling tidak sama
•5.13 ; hanya 1 dari diantara 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk menambah ketinggian, itupun dengan grip yang sangat minim.
•5.14 ; “mulus seperti kaca”, tidak mungkin terpikirkan untuk dapat dibuat jalur pendakian/pemanjatan Makanan (logistik)

Makanan yang dibawa seharusnya dapat memenuhi kebutuhan energi pendaki, selama pendakian seserorang membutuhkan sitar 5.000 kalori dan 100 gram protein, kalori dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi nasi. Namun ada baiknya hanya memakan nasi satu kali sehari di kala malam (saat berkemah) alasayanya beras realtif berat dan memerluakan waktu yang lama untu memasak serta menghabiskan banyak bahan bakar. Fungsi beras dapat diganti dengan roti, biskuit, coklat, dan hevermit.

Hal yang perlu diperjatikan hindari mengkonsumsi makanan yang harus dimasak lebih dahulu selama mendaki, karena hal ini hanya akan merepotkan dan menghabiskan waktu perjalanan. Pilihlah makanan praktis seperti coklat, roti, agar-agar, buah-buahan, dapat juga dibuat mixfood yang terdiri atas kacang, coklat, biskuit dan kismis.

Umumnya makanan yang paling praktis dibawa adalah makanan instan yang memiliki kemasan, buanglah kemasan karton sebelum dimasukan dalam ransel dengan demikian berat ransel dapat berkurang dan makanan yang dibawapun tidak banyak memakan tempat didalam ransel.

Peralatan lain

Selain peralatan dan sejumlah perlengkapan, jangan lupa membawa perlengkapan kecil yang terdanag dirasa sepele, namun amat penting. Perlengkapan itu berupa obat-obatan seperti pelester, obat merah, tisu basah dan kering, senter, benang, jarum jahit, jam dan alat tulis. Peralatan itu terkandang dibutuhkan dalam keadaan darurat atau menjaga tubuh tetap bersih.

Hal terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah jangan lupa membawa tas / kantong plastik, tas plastik tersebut dibutuhkan untuk menaruh barang-barang yang kotor dan basah sebelum dicuci dan tas plastik juga berfungsi untuk membawa kembali sampah-sampah pendakian, sampah-sampah sisa makanan atau berkemah, janganlah dibuang begitu saja di alam terbuka. Selain megotori, membuang sampah dapat menyulitkan usaha pencarian dan pertolongan bagi pendaki yang tersesat atau mengalami kecelakaan, kerap kali usaha pencarian oarang tersesat terbantu dengan petunjuk dari barang-barang yang tercecer.

Jenis-Jenis Pendakian / Perjalanan

Olah raga mendaki gunung sebenarnya mempunyai tingkat dan kualifikasinya. Seperti yang sering kita kenal dengan istilah mountaineering atau istilah serupa lainnya. Menurut bentuk dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering dapat dibagi sebagai berikut :

1. Hill Walking / Feel Walking

•Perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif landai. Tidak membutuhkan peralatan teknis pendakian. Perjalanan ini dapat memakan waktu sampai beberapa hari. Contohnya perjalanan ke Gunung Gede atau Ceremai.

2. Scarmbling

•Pendakian setahap demi setahap pada suatu permukaan yang tidak begitu terjal. Tangan kadang-kadang dipergunakan hanya untuk keseimbangan. Contohnya : pendakian di sekitar puncak Gunung Gede Jalur Cibodas.

3. Climbing

•Dikenal sebagai suatu perjalanan pendek, yang umumnya tidak memakan waktu lebih dari 1 hari,hanya rekreasi ataupun beberapa pendakian gunung yang praktis. Kegiatan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik mendaki dan penguasaan pemakaian peralatan.
Bentuk climbing ada 2 macam :
a. Rock Climbing- pendakian pada tebing-tebing batau atau dinding karang. Jenis pendakian ini yang umumnya ada di daerah tropis.
b. Snow and Ice Climbing- Pendakian pada es dan salju. Pada pendakian ini, peralatan-peralatan khusus sangat diperlukan, seperti ice axe, ice screw, crampton, dll.

PENGETAHUAN DASAR BAGI MOUNTAINEER

1. Orientasi Medan

A. Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta
  • Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta.
  • Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai :
  1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau sungai adalah kedudukan kita.
  2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah kedudukan kita.
  3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita daki.

B. Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa.

C. Peta dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal perjalanan.Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula.Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.

Membaca Keadaan Alam

A. Keadaan udara
  • Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
  • Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas, maka diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
  • Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk.

B. Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti :
- Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
- Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
- Sandi dari rumput/semak yang diikat
Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu kembali ke tempat semula atau pulang.

3. Tingkatan Pendakian gunung
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak. Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.
Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum berpengalaman.
Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin diperlukan.
Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.

FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN

Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga semakin berkurang.Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiologi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat.

1. Konsekuensi Penurunan Suhu
Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh terhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh internal (mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.

2. Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen
Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah.

3. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting yang ditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan neuromusculare.Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolokpada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat.Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala 
  • Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
  • Sukar atau tidak dapat tidur
  • Kehilangan control emosi atau lekas marah
  • Bernafas agak berat/susah
  • Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
  • Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah kekosongan perut.
  • Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya pada hari kedua.
Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara dini ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya pingsan.Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m, hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang sama sekali.

4. Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu mendapatkan kapasitas fisik yang maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan dengan kelancaran transportasi oksigen dalam tubuh selai respirasi.Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah haemoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke sel-sel yang membutuhkan lebih terjamin.Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan (endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri (mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50 menit setiap harinya.

LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN

Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu :

1. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
  • Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian.
  • Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya.

2. Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
- Kelompok pelopor
- Kelompok inti
- Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan (penanggungjawab koordinasi).Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut.Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini.Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal.

3. Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat)

BAHAYA DI GUNUNG

Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu pendakian.

1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan mental.

2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain.Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasan-keterbatasan pada diri kita sendiri.

PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG

1. Pengenalan Medan

Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter.Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.

2. Persiapan Fisik

Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya.

3. Persiapan Tim

Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.

4. Perbekalan dan Peralatan

Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain.

MOUNTAINEERING

Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya bukan lagi merupakan suatu kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh orang tertentu (yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam, Penjelajah Alam dan semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umum. Namun demikian bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjadi bidang ketrampilan yang mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis. Didalam pendakian suatu gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai seorang pencinta alam) yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan, cara-cara yang baik, untuk mendaki gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang tercakup dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung dalam pengertian Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu :

1. Berjalan (Hill Walking)
Secara khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia memang hanya memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih menonjol adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested)

2. Memanjat (Rock Climbing)
Walaupun kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari Mountaineering, namun ia tetap merupakan cabang darinya. Perkembangan yang pesat telah melahirkan banyak metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata perlu untuk diperdalam secara khusus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan berat dan kaki yang berhenti, tangan hanya memberi pertolongan.

3. Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing)
Kedua jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing adalah cara-cara pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah teknik-teknik pendakian tebing gunung salju.Dalam ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah mencakup : Mountcamping, Mount Resque, Navigasi medan dan peta, PPPK pegunungan, teknik-teknik Rock Climbing dan lain-lain.

SEJARAH PENCINTA ALAM SERTA PERKEMBANGANNYA

Apabila sejenak kita merunut dari belakang, sebetulnya sejarah manusia tidak jauh-jauh amat dari alam. Sejak zaman prasejarah dimana manusia berburu dan mengumpulkan makanan, alam adalah "rumah" mereka. Gunung adalah sandaran kepala, padang rumput adalah tempat mereka membaringkan tubuh, dan gua-gua adalah tempat mereka bersembunyi. Namun sejak manusia menemukan kebudayaan, yang katanya lebih "bermartabat", alam seakan menjadi barang aneh. Manusia mendirikan rumah untuk tempatnya bersembunyi. Manusia menciptakan kasur untuk tempatnya membaringkan tubuh, dan manusia mendirikan gedung bertingkat untuk mengangkat kepalanya. Manusia dan alam akhirnya memiliki sejarahnya sendiri-sendiri.

Ketika keduanya bersatu kembali, maka ketika itulah saatnya Sejarah Pecinta Alam dimulai :

Pada tahun 1492 sekelompok orang Perancis di bawah pimpinan Anthoine de Ville mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097 m), dikawasan Vercors Massif. Saat itu belum jelas apakah mereka ini tergolong pendaki gunung pertama. Namun beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik turun tebing-tebing batu di Pegunungan Alpen adalah para pemburu chamois, sejenis kambing gunung. Barangkali mereka itu pemburu yang mendaki gunung. Tapi inilah pendakian gunung yang tertua pernah dicatat dalam sejarah.

Di Indonesia, sejarah pendakian gunung dimulai sejak tahun 1623 saat Yan Carstensz menemukan "Pegunungan sangat tinggi di beberapa tempat tertutup salju" di Papua. Nama orang Eropa ini kemudian digunakan untuk salah satu gunung di gugusan Pegunungan Jaya Wijaya yakni Puncak Cartensz. Pada tahun 1786 puncak gunung tertinggi pertama yang dicapai manusia adalah puncak Mont Blanc (4807 m) di Prancis. Lalu pada tahun 1852 Puncak Everest setinggi 8840 meter ditemukan. Orang Nepal menyebutnya Sagarmatha, atau Chomolungma menurut orang Tibet. Puncak Everest berhasil dicapai manusia pada tahun 1953 melalui kerjasama Sir Edmund Hillary dari Selandia Baru dan Sherpa Tenzing Norgay yang tergabung dalam suatu ekspedisi Inggris. Sejak saat itu, pendakian ke atap-atap dunia pun semakin ramai.

Di Indonesia sejarah pecinta alam dimulai dari sebuah perkumpulan yaitu "Perkumpulan Pentjinta Alam"(PPA). Berdiri 18 Oktober 1953. PPA merupakan perkumpulan Hobby yang diartikan sebagai suatu kegemaran positif serta suci, terlepas dari 'sifat maniak'yang semata-mata melepaskan nafsunya dalam corak negatif. Tujuan mereka adalah memperluas serta mempertinggi rasa cinta terhadap alam seisinya dalam kalangan anggotanya dan masyarakat umumnya. Sayang perkumpulan ini tak berumur panjang. Penyebabnya antara lain faktor pergolakan politik dan suasana yang belum terlalu mendukung sehingga akhirnya PPA bubar di akhir tahun 1960. Awibowo adalah pendiri satu perkumpulan pencinta alam pertama di tanah air mengusulkan istilah pencinta alam karena cinta lebih dalam maknanya daripada gemar/suka yang mengandung makna eksploitasi belaka, tapi cinta mengandung makna mengabdi. "Bukankah kita dituntut untuk mengabdi kepada negeri ini?.

"Sejarah pencinta alam kampus pada era tahun 1960-an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi dengan keluarnya SK 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa yang melahirkan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Gagasan ini mula – mula dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan kerjabakti di TMP Kalibata. Sebenarnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok Gie sendiri, diilhami oleh organisasi pencinta alam yang didirikan oleh beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrango. Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tidak terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usianya yang kedua. Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, didepan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu Herman O. Lantang yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat itu dicetuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA, singkatan dari Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam.

Setelah bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mahalum, yaitu Drs. Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Nama ini diberikan oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta Alam. Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan. Ide pencetusan pada saat itu memang didasari dari faktor politis selain dari hobi individual pengikutnya, dimaksudkan juga untuk mewadahi para mahasiswa yang sudah muak dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar organisasi.

Dalam tulisannya di Bara Eka 13 Maret 1966, Soe mengatakan bahwa :

“Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh, barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik” Para mahasiswa itu, diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, membuang energi mudanya dengan merambah alam mulai dari lautan sampai ke puncak gunung. Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang beranggotakan para mahasiswa yang mempunyai kesamaan minat, kepedulian dan kecintaan dengan alam sekitar dan lingkungan hidup. Sejak itulah pecinta alam pun merambah tak hanya kampus (Kini, hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki mapala baik di tingkat universitas maupun fakultas hingga jurusan), melainkan ke sekolah-sekolah, ke bilik-bilik rumah ibadah, sudut-sudut perkantoran, lorong-lorong atau kampung-kampung. Seakan-akan semua yang pernah menjejakkan kaki di puncak gunung sudah merasa sebagai pecinta alam.

Dan organisasi pencinta alam pun merambah PAS MAHAGURU ( Pecinta Alam Sejati Mahasiswa Keguruan ) sejak awal berdirinya. Dimulai dari puncak Gunung Sanggabuana (1.291 Mdpl) pada tahun 2000, oleh 14 orang pendiri Mahasiswa D.II PGSD UPI UPP 2 Purwakarta (Ali Basuki Akbar, Lukman Sagir, Uden, dan kawan-kawan) yang disetujui oleh Jejeng yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua HIMA Kampus PGSD Purwakarta FIP Universitas Pendidikan Indonesia dan Bapak Drs. Acep Ruswan yang pada waktu itu menjabat Ketua PGSD UPP 2 Purwakarta, kemudian disusul dengan deklarasi yang diadakan di Puncak Gunung Parang. pada tanggal 14, 15, 16 Februari 2000.

MAPALA, Konsekuensi yang harus dihadapi dari sebuah konsistensi

Apa yang diharapkan dengan mengikuti sebuah organisasi bernama MAPALA? Banyak memandang sebelah mata pada organisasi ini dan terkadang mengatakan bahwa kegiatannya hanya bersifat hura-hura yang menghabiskan uang. Suara itu semakin santer terdengar bila ada pemberitaan mengenai kecelakaan yang dialami oleh anggota Mapala pada waktu melakukan kegiatan di alam.

Dalam sebuah diskusi (mengutip dalam artikel Kompas, Minggu 29 Maret 1992) kegiatan Mapala dapat dikategorikan sebagai olahraga yang masuk ke dalam kaliber sport beresiko tinggi. Kegiatannya meliputi mendatangi puncak gunung tinggi, turun ke lubang gua di dalam bumi, hanyut berperahu di kederasan jeram sungai deras, keluar masuk daerah pedalaman yang paling dalam dan lainnya. umumnya kegiatan Mapala berkisar di alam terbuka dan menyangkut lingkungan hidup. Jenis aktifitas meliputi pendakian gunung (mountaineering), pemanjatan (climbing), penelusuran gua (caving), pengarungan arus liar(rafting), penghijauan dan lain sebagainya.

Tak ayal lagi bahwa kegiatan ini beresiko tinggi dan setiap anggotanya harus memahami konsekuensi resiko yang dihadapi dengan bergabung dengan organisasi ini. Resiko yang paling berat adalah cacat fisik permanen dan bahkan kematian. Untuk bisa mempersiapkan diri menghadapi resiko yang tinggi ini, dibutuhkan kesiapan mental, fisik dan skill yang memadai. Berbagai macam latihan dan pengalaman terjun langsung ke alam dapat meminimalisir resiko yang akan dihadapi. Tapi, diluar semua itu masih ada yang lebih berwenang untuk menentukan hidup dan mati seseorang.


MAPALA, Pencinta alam atau Petualang ?

Dua nama, pencinta alam dan petualang seolah-olah merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa di pisahkan antara keduanya. Namun kalau dilihat secara etimologi kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akan nampak kelihatan bahwa keduanya tidak ada hubungan satu sama lainnya. Dalam KBBI, pecinta (alam) ialah orang yang sangat suka akan (alam), sedangkan petualang ialah orang yang suka mencari pengalaman yang sulit-sulit, berbahaya, mengandung resiko tinggi dsb. Dengan demikian, secara etimologi jelas disiratkan dimana keduanya memiliki arah dan tujuan yang berbeda, meskipun ruang gerak aktivitas yang dipergunakan keduanya sama, alam. Dilain pihak, perbedaan itu tidak sebatas lingkup “istilah” saja, tetapi juga langkah yang dijalankan. Seorang pencinta alam lebih populer dengan gerakan enviromentalisme-nya, sementara itu, petualang lebih aktivitasnya lebih lekat dengan aktivitas-aktivitas Adventure-nya seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing, pengarungan sungai dan masih banyak lagi kegiatan yang menjadikan alam sebagai medianya.

Kini yang sering ditanyakan ketika kerusakan alam di negeri ini semakin parah dimanakah pencinta alam? begitupun dengan para petualang yang menggunakan alam sebagai medianya.
Bahkan Tak jarang aktivitas “mereka” berakhir dengan terjadinya tindakan yang justru sangat menyimpang dari makna sebagai pecinta alam, misalkan terjadinya praktek-paktek vandalisme. Inilah sebenarnya yang harus di kembalikan tujuan dan arahnya sehingga jelas fungsi dan gerak merekapun bukan hanya sebagai ajang hura-hura belaka. keberadaaan mereka belum mencirikan kejelasan arah gerak dan pola pengembangan kelompoknya. Jangankan mencitrakan kelompoknya sebagai pecinta alam, sebagai petualang pun tidak. Aktivitas mereka cenderung merupakan aksi-aksi spontanitas yang terdorong atau bahkan terseret oleh medan ego yang tinggi dan sekian image yang telah terlebih dulu dicitrakan, dengan demikian banyak diantara para “pencinta alam” itu cuma sebatas “gaya” yang menggunakan alam sebagai alat.

Akhir-akhir ini di mana degradasi lingkungan dirasa semakin parah, maka peran pencinta alam sangat penting untuk membantu melestarikan lingkungan. Untuk melengkapi perannya sebagai duta lingkungan hidup, PAS MAHAGURU sebagai organisasi pencinta alam yang Notabene anggotanya adalah seorang Mahasiswa, dituntut pula untuk mengupgrade ilmu dan pengetahuan dan minat serta niat yang tulus untuk selalu belajar, menambah pengetahuannya bukan hanya hal-hal yang menyangkut tentang outdoor skill tetapi juga harus ber-etika dan ber-intelektual. Karena seorang anggota PAS MAHAGURU notabene juga adalah seorang Mahasiswa(yang berintelek), seorang anggota PAS MAHAGURU dituntut bukan hanya menguasai skill tentang outdoor activities, tetapi juga haruslah sebagai mahasiswa yang rasionalis, analitik, kritis, universal, dan sistematis. PAS MAHAGURU sadar dibutuhkan sisi Intelektual untuk menjembatani dan melengkapi sisi environmental dengan sisi adventurer. PAS MAHAGURU sebagai organisasi intelektual dengan gerakan enviromentalisme bermental adventure yang berjuang keras dalam menjaga keseimbangan alam ini sebagai satu gerakan untuk masa depan akan lebih berarti tindakannya dengan komitment dan loyalitas yang tinggi dari anggotanya. Sebuah harapan untuk mengembalikan keseimbangan alam ini, perbedaan pola fikir dan arah gerak environment dengan adventurer dijembatani oleh sisi intelektualis para anggotanya yang merupakan spesialisasi dan menjadi ciri dari PAS MAHAGURU yang memahami pentingnya menjaga, memelihara, melindung serta melestarikan alam Tanah Air tercinta ini dan melakukannya secara aman dan tertib.. bukanlah suatu kemustahilan ketiga sisi tersebut bersatu untuk masa depan lingkungan hidup Indonesia sehingga terciptanya lingkungan hidup yang seimbang, stabil dan bermanfaat bagi kehidupan sekarang dan masa depan.

SALAM LESTARI BUANA NUSANTARA
 
Copyright © 2013. PAS MAHAGURU UPI KAMPUS PURWAKARTA
PAS MAHAGURU UPI KAMPUS PURWAKARTA - INDONESIA
Proudly powered by : Blogger